Sunday, December 7, 2014

Situs Gunung Kelir: Istana Kematian Ki Dalang Panjang Mas dan Ratu Mas Malang


Pasarean Ki Dalang Panjang Mas
Situs Pasarean Gunung Kelir ini berada di Dukuh Gunung Kelir, Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta turut menyimpan sebuah kisah yang dramatis Dinasti Mataram pada masa  Pemerintahan Amangkurat I. Tersebutlah Sang Raja, Ki Dalang Panjang Mas dan Ratu Mas Malang adalah tokoh utama dalam kisah ini.

Mungkin di zaman serba digital ini, sebagian besar orang sudah lupa bahkan tak paham sama sekali kisah panjang Ki Dalang Panjang Mas yang menghebohkan Negara Mataram ketika Sunan Amangkurat I berkuasa.



Apalagi sekarang ini hanya tinggal batu nisan yang berserak dalam pagar tembok yang sudah tak utuh lagi. Maka, wajar kiranya bila hanya sedikit orang yang datang menjenguk. Itulah Situs Makam Gunung Kelir. Terletaknya 100 meter di atas permukaan air laut, tepatnya di bukit kecil bernama Gunung Kelir. Secara administratif posisi situs itu berada di Dukuh Gunung Kelir, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul.

Koordinat dari Wikimapia 
Berdasarkan Laporan Studi Teknis Arkeologis Situs Makam Ratu Mas Malang dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta (27 September-12 Oktober 2004), makam ini dibangun pada tahun 1668 oleh Sunan Amangkurat I, Raja keempat Kerajaan Mataram Islam yang bertahta pada tahun 1646-1677. Amangkurat I inilah yang memindahkan kraton dari Kerta ke Pleret. Amangkurat I lahir pada 1619 dari permaisuri kedua Sultan Agung yang bernama Raden Ayu Wetan.

Jalan menaiki Gunung Kelir
Amangkurat I menamakan makam itu Antaka Pura atau istana kematian. Tokoh utama yang disemayamkan di makam itu bernama Ratu Mas Malang. Ratu Mas Malang adalah salah satu garwa selir dari Amangkurat I yang karena sayangnya kemudian diangkat menjadi permaisuri. Sebelum menjadi istri Sang Raja, Ratu Mas Malang bersuamikan Ki Dalang Panjang Mas, seorang dalang tersohor sekaligus penulis kraton. Namun, Ratu Mas Malang sebenarnya bukan penghuni pertama makam itu. Sebelumnya, mantan suaminya, Ki Dalang Panjang Mas, sudah lebih dahulu dikebumikan di situ meski tidak berdampingan.



Jalan setapak menanjak
"Jika engkau memutar pandanganmu sedikit ke kanan, engkau akan menjumpai lima nisan di atas tanah yang agak tinggi. Tepat di tengahnya, bersemayam Nyai Panjang Mas, isteri ki dalang. Dia juga biasa dipanggil Ratu Malang. Sedangkan di samping bawah nisan Ratu Malang itu, terserak belasan nisan-nisan tanpa nama, nisan-nisan para penabuh gamelan, sinden dan entah siapa lagi." 

Bagaimana mungkin dalang, isteri dalang, sinden dan para penabuh gamelan serta sekotak wayang bisa binasa bersama? Apakah maut begitu kompak bekerja?
(Kutipan Cerpen Indra Tranggono : "Temuilah aku di bukit itu")
============

Makam yang diapit oleh Dua Pohon Beringin Tua
Pintu masuk area Pasarean
Memasuki areal luar makam, kita akan disambut dengan suasana sunyi dan sepi. Hawa yang angker dan wingit pun begitu terasa menyelimuti lokasi ini ketika berkunjung ke makam ini. Ditambah dengan pohon-pohon tua yang berusia ratusan tahun seperti beringin dan kamboja tampak memayungi batu-batu nisan yang berwarna hitam. Namun, cukup berbeda ketika memasuki ruang makam, suasana begitu sejuk dan teduh serta cukup menenangkan. 






Denah lokasi Pasarean
Kompleks makam ini dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari susunan batu putih dengan ketinggian sekitar 2,5 meter yang tampak sudah tak utuh dikarenakan oleh faktor alam. Beberapa bagian nampak runtuh karena tanah tidak stabil dan bisa jadi dikarenakan gempa bumi. Dalam kompleks makam ini secara keseluruhan terdapat 18 nisan yang membujur, 14 diantaranya tersusun dari batuan andesit monolith dan sisanya hanya ditandai dengan tumpukan batu putih. Luas kompleks secara keseluruhan kurang lebih tiga puluh kali tiga puluh meter persegi





Pasarean Ratu Mas Malang
Memang, makam itu sengaja dibuat oleh Amangkurat I untuk istrinya, Ratu Mas Malang. Tapi, di tempat itu juga menyimpan jasad seorang dalang legendaris, Ki Panjang Mas. Tempat peristirahatan terakhir Sang Dalang itu berada di sudut barat laut. Nisannya diapit dua pohon beringin tua. Posisi makam Ki Panjang Mas terpisah dengan kelompok makam lainnya. Komposisi batu nisan Ki Panjang Mas hanya berupa onggokan batu diplester namun kini terlihat plesteran semennya sudah mengelupas.







Goresan Relief di dinding pagar
Gunung Kelir dinamakan demikian karena terdapatnya tembok pagar makam yang digambari wayang dengan cara digurat atau ditatah. Gambar-gambar wayang yang berjajar-jajar di sepanjang permukaan tembok pagar inilah yang kemudian dianggap sebagai, atau seperti kelir wayang dalam pementasan wayang kulit. Berawal dari situlah bukit ini kemudian dinamakan Gunung Kelir.Pada dinding dalam dan luar tembok dihiasi dengan relief wayang kulit, yang diambil dalam adegan cerita tertentu.







Menurut Juru Kunci Makam, Surakso Sumarno alias Slamet tidak membantah kalau di komplek makam itu kadang muncul peristiwa ganjil. Misalnya: di keheningan malam mendadak terdengar derap langkah kaki kuda, atau kadang terdengar alunan gamelan yang sedang mengiringi pergelaran wayang kulit seperti gendhing sampak. “Mau percaya tau tidak ya terserah,” ucapnya.

Sendang Moyo dan Pak Slamet
Di luar kompleks makam terdapat beberapa peninggalan lain, yaitu berupa sendang atau sumber mata air. Sendang ini diberi nama “Sendang Moyo” yang dibangun di atas batu. Sendang ini tidak akan pernah kering walaupun musim kemarau. konon sendang ini adalah tempat yang akan dijadikan peristirahatan terakhir Ratu Malang, namun karena setelah digali terus keluar air, maka tempat pemakaman Ratu Mas Malang dipindahkan ke tempat sebelah barat Sendang Moyo tersebut. Sendang ini juga dikelilingi tembok dan di sebelah barat sendang ini berdiri sebuah pohon besar (=Pohon Kepuh) yang sudah ratusan tahun umurnya. 


Watu Jonggol
Di luar tembok makam yang mengelilingi sendang ini juga ditemukan sebuah batu berbentuk persegi panjang yang mirip peti kayu untuk menyimpan wayang. Penduduk setempat juga percaya bahwa di dalamnya dipendam wayang milik dalang Ki Panjang Mas. Batu persegi empat ini lebih dikenal dengan "Watu Jonggol", konon siapa saja yang cakupan tangannya mampu mencapai keseluruhan panjang batu ini, keinginannya akan terkabul.
============

Ki Dalang Panjang Mas atau juga disebut Anjang Mas berasal dari Pati yang masuk wilayah eks-Karesidenan Kedu. Menurut Surakso Sumarno, Ki Panjang Mas adalah putra seorang dalang murid Sunan Kalijaga. Hidupnya sejak masa Mataram Islam diperintah oleh Panembahan Seda Krapyak hingga masa pemerintahan Amangkurat I, Nama aslinya Soponyono. Ki Panjang Mas adalah seorang dalang yang termasyhur. Kisah tutur yang turun-temurun menyuratkan bahwa nama Panjang Mas didapatnya ketika ia mementaskan wayang di Keraton Ratu Kidul. Ia tidak mau diberi imbalan uang, sehingga penguasa Laut Selatan memberinya baki panjang terbuat dari Emas. Nah, dari “hadiah” itulah maka sebutannya popular menjadi Ki Dalang Panjang Mas. Namun disamping itu, ia memang memiliki suara yang merdu, ontowecana setiap tokoh pewayangan gamblang terdengar, dan olah nafasnya sangat panjang sehingga suluknya tak terputus-putus.

Pohon Kepuh di samping Sendang Moyo
Pada masa tenarnya Ia juga berprofesi sebagai penulis di kraton yang membuat peraturan tentang tata cara Meruwat. Dalam upacara ruwatan , Ki Panjang Mas menggantikan pertunjukan wayang beber dengan wayang kulit. Selain itu, ia juga membuat aturan bahwa barang siapa yang ingin melakukan upacara ruwatan harus memohon ijin dahulu kepadanya. Tentu saja, sebagai dalang yang laris dan sangat dihormati, Ki Dalang Panjang Mas memiliki rombongan pangrawit berikut pesindennya. 

Salah seorang pesindennya adalah istrinya sendiri, wanita yang konon berasal dari daerah Malang itu berparas cantik. Jika ditilik dari sisi “katuranggan”, maka bentukan bagian-bagian tubuhnya nyaris sempurna. Kemolekan Nyai Panjang Mas itulah yang membuat Amangkurat I kesengsem dan cinta berat. Sang Raja tidak peduli kalau wanita itu sudah menjadi istri Ki Panjang Mas.

Keinginannya tidak ada yang berani membendung, meski harus ada yang dikorbankan. Suatu ketika Ki Panjang Mas diundang untuk mementaskan wayang di balaiurung kraton. Sudah pasti, istrinya yang berperan sebagai sinden mengikutinya.

Kompleks Makam
Di tengah-tengah pergelaran wayang, tiba-tiba blencong (lampu untuk menerangi kelir) di atas kepala Ki Panjang Mas berguncang hebat dan padam karena terkena anak panah. Suasananya pun menjadi gelap. Bersamaan dengan padamnya blencong, ternyata tubuh Ki Panjang Mas sudah terhunjam anak panah. Seketika itu tewas. Siapa yang berulah? Tak ada orang yang tahu. Namun, sejarah mencatat setelah Ki Panjang Mas terbunuh, si waranggana alias Nyai Panjang Mas diperistri oleh Amangkurat I.

Kemudian Jasad Ki Dalang Panjang Mas dimakamkan di Gunung Kelir. Konon, tak hanya Ki Panjang Mas saja yang terbunuh, anggota rombongannya berupa pengrawit ikut dilibas.


Amangkurat Setia Menunggui Mayat Ratu Mas Malang
Kematian Ki Dalang Panjang Mas telah memuluskan niat Amangkurat I untuk segera mengakhiri masa janda Nyai Panjang Mas. Wanita berparas elok itu pun dijadikan selir. Karena saking cintanya, maka Nyai Panjang Mas pun dinaikkan derajatnya menjadi Permaisuri dengan gelar Kanjeng Ratu Mas Malang.

Sisi selatan
Rasanya belum sepenuhnya puas luapan kasih sayang Amangkurat I terhadap Sang Permaisuri, mendadak Ratu Mas Malang meninggal pada tahun 1665 Masehi. Kepergian yang serasa mendadak itu membuat Amangkurat I curiga mengenai penyebab tewasnya sang istri. Setelah dilakukan penyelidikan, diduga kematian Ratu Mas Malang karena diracuni oleh orang sekitarnya. Kemurkaan Amangkurat I pun tak terbendung lagi, sehingga beliau kemudian menghukum istrinya yang lain di dalam kamar tanpa diberi makan.






Sisi barat
Ternyata rasa cinta Amangkurat I memang tak ternilai kepada Ratu Mas Malang. Dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan, bahwa ketika Ratu Mas Malang meninggal, Amangkurat I tidak segera menguburkan Jenazahnya. Bahkan setiap malam, Sang Raja itu setia menunggui jasad kaku Ratu Mas Malang.

Amangkurat I rela tidur bersanding mayat istrinya. Ketika dalam tidurnya itu bahwa Amangkurat I bermimpi bahwa Ratu Mas Malang telah berkumpul kembali dengan Ki Dalang Panjang Mas. Ketika keesokan harinya bangun, Sang Penguasa Mataram pun tersadar dengan perbuatan yang telah memisahkan Ratu Mas Malang dengan Ki Dalang Panjang Mas. Untuk itu, Amangkurat I memerintahkan supaya jisim atau jasad istrinya itu dimakamkan di Gunung Kelir meski tidak berjajar dengan Ki Panjang Mas.

Diresum dari Agung Sudarmawan & Ki Joko Sigit Pangarso,Ompong,Telo (J-SPot)


1 comment :

Anggara Wikan Prasetya said...

Hmm.. Menambah wawasan.. Terima kasih..

Ada link referensinya ms..?